Sahabat Alkitab, apa yang akan anda pilih jika berada pada pilihan antara menerima kebenaran meski menyakitkan atau kebohongan namun menyejukkan? Banyak orang mungkin akan memberikan jawaban untuk menerima kebenaran meski menyakitkan dengan anggapan kebohongan akan jauh lebih meninggalkan bekas pada saat tersingkap. Padahal, kenyataannya tidak banyak pula orang yang siap untuk menerima kebenaran, hingga membiarkan dirinya larut dalam kebohongan yang sudah bisa ia rasakan sebelumnya. Mengapa? Karena pada umumnya kebenaran akan mengganggu zona nyaman dan memaksa diri untuk melakukan perubahan besar terhadap kondisi yang terjadi. Hal ini pun sangat relevan dengan kehidupan beriman sebagai umat Tuhan.
Melalui teks ini, kita dapat melihat teguran dari Paulus yang berisikan nuansa perasaan kecewa sekaligus kesal kepada jemaat di Galatia yang dengan sadar maupun tidak sadar, termanipulasi oleh beragam pengajaran lain yang dapat menjauhkan mereka dari iman kepada Kristus. Paulus memberikan sebuah pertanyaan relasional yang sangat esensial kepada mereka, yaitu: “Apakah dengan mengatakan kebenaran kepadamu aku telah menjadi musuhmu?” Kebenaran yang Paulus katakan adalah gangguan bagi kondisi jemaat di Galatia yang sedang hidup dalam pengajaran manipulatif. Namun, kebenaran yang ia sampaikan tidaklah bertujuan sebagai bentuk penghakiman maupun merendahkan mereka, melainkan sebagai bentuk kasih Paulus sebagai pengajar jemaat. Paulus merindukan mereka untuk segera menyadari kekeliruan pemahaman iman yang beredar di tengah jemaat. Melalui teguran itulah, Paulus ingin membawa jemaat untuk kembali kepada iman yang berorientasi kepada Kristus.
Sahabat Alkitab, sebagai manusia yang tidak lepas dari beragam potensi kesalahan, kita perlu membangun kerendahan hati untuk menerima teguran agar tidak terhanyut di dalam kekeliruan. Tidak jarang pula sebuah kesalahan atau pelanggaran iman terjadi dan berkembang menjadi kebiasaan akibat keengganan untuk menerima teguran yang dirasa mengganggu serta menyakitkan untuk didengar. Padahal, teguran iman juga diperlukan sebagai momentum bagi umat Tuhan untuk mengalami pertobatan dan transformasi hidup di dalam Kristus. Lagi pula, untuk apa hidup dalam kenyamanan diri padahal berjalan di dalam kesalahan dan orientasi yang semu?