Salah satu hal miris yang merupakan bagian dari realitas kehidupan adalah keadilan yang masing memandang bulu. Maksudnya, masih banyak tindakan ketidakadilan yang masih melibatkan unsur kekuasaan. Seseorang yang telah terang-benderang melakukan kesalahan dapat lepas dari jerat hukum, hanya karena kekuasaan, jabatan atau harta yang ia miliki. Sebaliknya, seseorang yang benar justru dapat direkayasa dan dinyatakan bersalah hanya karena kekuasaan dari beberapa pihak. Alhasil, ketidakadilan dan kesemena-menaan pun semakin meraja lela di tengah lingkup bersosial. Tentu saja, hal semacam ini adalah salah dan tidak dapat dibiarkan begitu saja.
Pengalaman Paulus pada saat dipersekusi oleh orang-orang Yahudi di Yerusalem ini pun menampilkan sebuah ketidaadilan akibat cara pandang yang bias dan sikap yang penuh kesemena-menaan. Secara khusus hal ini muncul melalui sikap para perwira Romawi yang mengamankan situasi. Mereka hendak menyesah Paulus untuk mendapatkan informasi maupun kejelasan atas situasi yang terjadi. Penyesahan itu muncul karena mereka menyangka bahwa Paulus hanyalah orang Yahudi biasa. Namun, tanpa mereka sangka Paulus ternyata memiliki kewarganegaraan Rum, bagian dari kekaisaan Romawi. Artinya, Paulus memiliki hak dan perlindungan yang berbeda dari orang Yahudi pada umumnya yang tidak memilki kewarganegaraan tersebut. Perubahan sikap dari tentara Romawi ini adalah hasil dari kesemena-menaan yang marak terjadi pada saat itu karena kondisi penjajahan yang menempatkan kaum terjajah sebagai warga kelas bawah yang kehilangan hak dan perlindungan.
Sahabat Alkitab, permenungan firman TUHAN pada hari ini hendaknya dapat kita jadikan sebagai bahan untuk merefleksikan dan mendalami sikap yang kita berikan kepada sesama. Sungguh disayangkan jika kita masih kerap memandang orang lain dengan bias yang memperlakukan mereka dengan standar ganda sehingga penuh kesemenaan. Sebagai umat TUHAN yang hidup dalam bimbingan Roh Kudus idealnya kita menerapkan sikap adil yang dimulai dengan cara pandang yang tidak bias yang tidak menerapkan standar ganda untuk menilai orang lain. Marilah kita menjadi adil sejak dari pikiran.