Ikatan relasi, khususnya yang erat dan intim, di antara dua atau lebih insan manusia tentu akan menciptakan banyak pengalaman berkesan yang tidak dapat dengan begitu mudah hilang dari ingatan. Bahkan, tidak sedikit pengalaman yang justru berujung pada kenangan-kenangan indah yang menjadi bahan bakar bagi setiap individu yang memilikinya untuk terus menjaga ikatan rasa dalam relasi tersebut. Inilah salah satu keindahan relasi sekaligus sebagai wujud anugerah yang TUHAN berikan kepada manusia, yakni ketika kita dapat terus ‘berelasi’ dalam ruang ingatan tanpa merasa pudarnya cinta dan ikatan. Hal ini mewujud misalnya ketika seseorang meninggalkan pasangan atau anaknya untuk sebuah pekerjaan selama beberapa waktu lamanya, namun meski ia harus terkendala relasi dalam jarak dan akses, namun ingatan dan kenangan bersama orang terkasih itu tetap menjadi pengikat relasi yang tidak membiarkan dirinya terlupa akan mereka. Begitu pula ketika kita harus ditinggalkan oleh orang terkasih untuk selamanya, ikatan rasa dalam relasi itu tetap dapat terjadi dalam ingatan dan kenangan yang kita miliki di sepanjang perjalanan pengalaman hidup bersama mereka.
Salam dari Paulus ini juga menunjukkan bagaimana ikatan rasa di antara orang percaya tidak akan pernah memudah seiring dengan kerinduan yang begitu besar darinya untuk mendukung para warga jemaat di Filipi. Ingatan yang muncul pada diri Paulus atas kondisi jemaat di Filipi pun tidak sekadar kenangan, melainkan juga diiringi dengan ucapan syukur kepada TUHAN. Inilah wujud merayakan relasi dalam syukur yang dapat membuat ikatan relasi menjadi saluran berkat bagi setiap pihak yang ada di dalamnya. Melalui ingatan yang disertai dengan rasa syukur kepada TUHAN, Paulus menunjukkan bahwa ia tidak sekadar mengulik ingatannya atas jemaat di Filipi melainkan ia menindaklanjutinya dengan harapan dan dukungan iman di dalam TUHAN.
Pertanyaannya sekarang bagi kita adalah apakah kita sudah cukup mensyukuri relasi atau membiarkannya berlalu tanpa nilai dan pemaknaan yang mendalam?
