Perikop ini seolah menunjukkan bahwa Tuhan sedang bertarung langsung dengan manusia, secara khusus dalam mempertontonkan nilai kebenaran yang sesungguhnya. Tentu saja, ini bukanlah pertandingan yang sepadan mengingat manusia dalam perikop ini sedang melawan Sang Sumber kehidupan. Semaya adalah manusia yang mencoba untuk berperkara dengan melakukan pemberontakan terhadap Tuhan. Ia memengaruhi umat untuk mempercayai berita palsu yang ia sampaikan dengan mengatasnamakan Tuhan.
Tindakan Semaya pun mendapatkan perlawanan langsung dari Tuhan, yakni melalui mulut nabi Yeremia yang menyampaikan firman Tuhan yang sesungguhnya. Cara Tuhan itu pun tergolong menarik karena Ia tidak memilih melawan Semaya dalam cara yang spektakuler dan adikodrati menurut pandangan manusia. Tuhan justru memilih melawan Semaya dengan cara yang terkesan ‘biasa saja’ dan tidak dipenuhi oleh tindakan-tindakan yang di luar nalar manusia. Tuhan melawan Semaya dengan cara yang sama seperti cara Semaya memengaruhi umat, yakni dengan menyampaikan perkataan-perkataan melalui mulut manusia, Yeremia.
Cara Tuhan melawan Semaya dalam perikop ini menunjukkan bahwa cara Tuhan bertindak untuk mengukuhkan kebenaran dapat muncul dalam tindakan-tindakan yang terkesan ‘biasa saja’ menurut pandangan manusia. Tuhan tidak menggunakan cara yang terkesan spektakuler dalam pandangan manusia, melainkan Ia mengutus Yeremia untuk membicarakan kebenaran-Nya. Pada momen inilah kita melihat momen penting yang semestinya membangkitkan kesadaran pada diri umat Tuhan bahwa pekerjaan Tuhan seringkali muncul melalui cara-cara yang seringkali dianggap biasa saja menurut pandangan manusia. Hal ini pula yang seringkali membuat kita luput untuk menyadari pesan dan perkataan Tuhan untuk menyadarkan kita dari segala keberdosaan kita. Kita bisa saja secara tidak sadar melawan kehendak Tuhan atau menolak pesan-Nya karena ketidakmampuan diri untuk menyadari cara Tuhan bertindak dalam hidup kita.