Kehidupan yang dijalani oleh manusia adalah kehidupan yang penuh dengan dinamika. Tidak jarang kita pun berbuat kesalahan. Namun hal yang paling penting ialah, apakah seseorang mau menyadari kesalahannya dan menunjukkan perubahan yang positif? Sebagai orang percaya kita mengimani bahwa perubahan itu terjadi melalui ketertundukan kepada Allah beserta segala ketetapanNya.
Pada masa awal pemerintahan Rehabeam sebagai raja, arogansinya menyebabkan kemarahan dari sepuluh suku yang ada, hingga berpuncak pada perpecahan kerajaan tersebut. Merespon krisis tersebut, Rehabeam membentuk pasukan yang terdiri dari orang-orang Yehuda dan Benyamin untuk menyerang rakyat Israel yang menentang keputusannya. Pada masa persiapan penyerangan, Firman Tuhan datang kepada Semaya, hambaNya. Tuhan memerintahkan Rehabeam agar tidak melanjutkan rencananya memerangi saudara-saudaranya. Firman Tuhan ini disampaikan Semaya kepada raja Rehabeam dan ia mendengarkannya, sehingga rencana penyerangan diurungkan.
Bayangkanlah jika Rehabeam masih berkeras pada pendiriannya atau bahkan ingin menunjukkan kapasitas sebagai raja dengan tetap melanjutkan perang. Mungkin akhir ceritanya akan menjadi berbeda bagi dua pihak tersebut. Bersyukurlah Rehabeam menunjukkan keteladanan untuk menaati Firman Tuhan. Keteladanan inilah yang menjadi penggerak pengikutnya, untuk tidak memulai pertumpahan darah di antara mereka.
Sahabat Alkitab, setiap orang pasti pernah melakukan kesalahan. Namun kita selalu memiliki pilihan dalam menyikapinya. Memiliki kebesaran hati untuk mau dikoreksi dan memperbaiki kesalahan merupakan pilihan bijak yang semestinya dilakukan setiap umat. Kesadaran ini hendaknya juga dimiliki oleh sebuah komunitas yang dibentuk dari pribadi-pribadi yang introspektif dan berpusat kepada Allah. Perubahan inilah yang kita lihat dalam diri rehabeam. Jika sebelumnya nuansa keputusannya begitu ingin menonjolkan diri sendiri, hingga mengakibatkan pecahnya kerajaan Israel, tetapi saat ini ia ditampilkan sebagai pribadi yang mau mendengarkan petunjuk Tuhan.