Dalam kehidupan beriman ada kalanya kita mengalami penderitaan yang tidak hanya datang dari luar, melainkan berasal dari dalam diri sendiri. Rasa bersalah, penyesalan, dan kesadaran akan kesalahan yang kita perbuat menjadi beban yang membakar hati, menekan batin, bahkan terasa menggerogoti tubuh. Inilah jeritan hati Daud dalam Mazmur 38. Ia tidak menutupi kelemahannya. Tidak pula membela diri. Ia berkata, “keluhku pun tidak tersembunyi bagi-Mu”.
Carl Gustav Jung, seorang psikiater dan psikoanalis asal Swiss pernah berkata, “Neurosis is always a substitute for legitimate suffering.” Ketika manusia menolak menghadapi rasa bersalahnya secara jujur, penderitaan itu tidak hilang, melainkan berubah bentuk menjadi kecemasan, kemarahan tersembunyi, atau penyakit psikosomatik. Mazmur 38 berbicara tentang penderitaan semacam ini. Bukan sekadar sakit fisik, tetapi kesakitan yang bersumber dari beban moral dan rohani yang tidak diurai. Namun, berbeda dari kecenderungan budaya kita yang seringkali menyembunyikan rasa malu atau rasa bersalah, Daud tidak lari dari perasaan itu. Ia menghadapinya dalam terang relasi dengan Allah. Meski dihimpit rasa sakit dan kesepian, Daud tetap berdoa. Ia tahu, Allah adalah satu-satunya tempat di mana ia bisa memproses rasa bersalah itu menjadi pemulihan.
Kita dapat melihat di ayat 11-13, Daud menggambarkan betapa dosa merusak relasi sosial. Teman-temannya menjauh. Orang-orang terdekat berdiri di kejauhan. Betapa relevan gambaran ini dengan zaman sekarang, di mana seseorang yang melakukan kesalahan begitu cepat dihujat, dihukum secara sosial, dan dijauhi tanpa kesediaan untuk mendengar terlebih dahulu. Budaya saat ini lebih gemar memvonis daripada menuntun seseorang untuk bertobat. Tapi Mazmur ini mengingatkan kita, siapa pun yang sungguh-sungguh membawa rasa bersalahnya di hadapan Tuhan akan menemukan belas kasihan, meski perjalanan menuju pemulihan itu panjang dan berat.
Sahabat Alkitab, kita kembali diajak untuk jujur terhadap apa yang kita rasakan. Ketika lidah tak sanggup berkata-kata, keluh kesah yang lirih pun tetap terdengar oleh-Nya. Sebab, di hadapan Allah, kejujuran tentang diri sendiri adalah awal dari anugerah pemulihan. Daud menunjukkan, bahwa di tengah rasa sakit, kehancuran, dan keterasingan sosial, suara hati yang jujur tetap didengarkan oleh Tuhan. Maka marilah kita datang kepada Allah dengan penuh kerendahan hati dan kesediaan untuk tidak menutupi apapun dihadapan-Nya.