Beberapa waktu lalu, Kardinal Ignatius Suharyo pernah menyerukan tobat nasional, sebagai ajakan agar kita berani dan bersedia berefleksi atas keadaan bangsa Indonesia. Ia mengingatkan bahwa dosa bukan hanya urusan pribadi, tapi bisa menjadi dosa sosial, yaitu ketika ketidakadilan, keserakahan, dan kekerasan sudah dianggap hal biasa. Hari ini, seruan itu seolah bergema kembali.
Pada Mazmur 106:31-40, pemazmur menulis tentang bangsa Israel yang gagal menjaga panggilannya. Alih-alih melakukan sesuai yang diperintahkan Allah, mereka justru “bercampur dengan mereka dan belajar perbuatan mereka.” Mungkin awalnya tampak sederhana dan lumrah, sekadar berbaur, sekadar beradaptasi terhadap cara hidup bangsa lain. Namun dari kompromi kecil itu, lahir penyimpangan besar. Mereka mulai menyembah berhala, bahkan mempersembahkan anak-anak mereka kepada berhala-berhala Kanaan. Di titik itu, kata pemazmur, “negeri itu cemar oleh hutang darah.”
Sahabat Alkitab, serupa tapi tak sama, bukankah saat ini kita juga hidup di tanah yang tercemar? bukan karena perang, tapi karena ketidakadilan yang terus dibiarkan? Korupsi yang menggerogoti, kekerasan yang dipertontonkan, alam yang dirusak demi keuntungan segelintir kelompok elit, suara orang lemah yang diabaikan. Semua ini adalah bentuk modern dari penyembahan berhala: ketika kita menukar kebenaran demi kenyamanan, atau masa depan demi ambisi. Maka kita mendapati, bahwa Mazmur 106 ini bukan sekadar catatan sejarah, melainkan cermin untuk kita berefleksi. Ia menunjukkan bahwa dosa bisa menyamar menjadi kebiasaan yang menodai tanah tempat kita berpijak. Sehingga satu-satunya jalan pemulihan adalah pertobatan bersama. Bukan sekadar mengaku salah, tapi berani berubah. Dalam bahasa sederhananya adalah kembali ke pusat kehidupan, kembali kepada visi dan misi Allah bagi segenap ciptaan-Nya.
Di tengah dunia yang lelah oleh kompromi moral, Mazmur ini mengingatkan bahwa Allah masih menunggu umat yang berani membersihkan tanahnya dengan kejujuran, kasih, dan keadilan. Tanah yang menangis menanti tangan yang mau menanam kembali harapan, dan mungkin, pertobatan sejati bisa kita mulai dari hal paling sederhana: ketika kita berhenti menutup mata terhadap luka dunia, dan mulai peduli lagi.
#DailyScriptureReading #renungan #renunganharian #saatteduh #renunganmazmur #lembagaalkitabindonesia

























