Keterikatan seringkali menuntun seseorang tidak lagi menjadi pribadi yang merdeka dalam menjalani kehidupan, melainkan justru menghamba pada apa yang dianggapnya memberi nilai dan makna atas hidupnya. Hal itu bisa saja mewujud pada kekayaan, kekuasaan, jabatan, ketenaran, dan lain sebagainya. Padahal Tuhan menghendaki agar kita hanya terpaut pada-Nya saja dan fokus untuk melaksanakan perintah-Nya. Inilah cara pandang yang berpusat pada kekekalan.
Kisah yang kita perhatikan pada saat ini menampilkan seorang dewasa yang ingin memperoleh hidup kekal. Menurut pandangan Farisi, hidup kekal dapat diwarisi bila melakukan petunjuk-petunjuk hukum taurat dan adat istiadat. Petunjuk semacam itulah yang diharapkan oleh orang tersebut. Tuhan Yesus merespon dengan memberikan pertanyaan secara pribadi kepadanya tentang pelaksanaan hukum taurat yang sudah dilakukan. Melalui jawabannya, nampak ia orang yang baik karena sudah menuruti hukum taurat sejak masa mudanya.
Satu tuntunan lagi diberikan oleh Tuhan yakni petunjuk untuk menjadi pengikutnya, setelah ia menjual segala miliknya dan membagikan kepada orang-orang miskin. Jawaban yang diberikan Tuhan Yesus ini membuat orang tersebut bersedih. Sungguh amat disayangkan bahwa kewajiban keagamaan telah dikerjakannya, tetapi hatinya telah terpaut begitu dalam pada harta yang diperolehnya.
Sahabat Alkitab, memiliki kekayaan, kekuasaan, jabatan, maupun ketenaran bukanlah hal yang salah. Namun saat kita menjadikan itu semua sebagai satu-satunya tujuan kita maka disitulah fokus hidup kita telah melenceng. Kerajaan Allah dan segala perwujudannya adalah satu-satunya fokus hidup kita. Mengasihi Allah dan sesama, hadir di tengah mereka yang membutuhkan, dan lain sebagainya. Itulah pola hidup yang mengarah pada kekekalan. Ingatlah bahwa semua yang kita miliki hanyalah sarana untuk melayani-Nya dan bukan tujuan pada dirinya sendiri.