Hal yang sering terjadi pada saat dua atau lebih orang berkonflik adalah setiap pihak merasa berada pada pihak yang benar dan berhak mendapatkan permintaan maaf atau pengakuan salah dari pihak lainnya. Paling tidak, bukankah itu pula alasan dari konflik tersebut terjadi? Misalnya saja, dua orang pengendara yang saling beradu kata, bahkan hampir atau malah sudah terjadi kontak fisik. Hal itu tentu terjadi karena keduanya merasa benar dan berhak mendapatkan pengakuan salah dari pengendara yang lain. Memang pada beberapa kasus ada pula yang menyelesaikan satu kondisi ‘peluang konflik’ dengan cara yang lebih kondusif dan lapang dada. Namun, kenyataannya adalah manusia cenderung selalu ingin merasa benar dan lebih kesulitan untuk mengakui kesalahan. Padahal, hal ini adalah langkah yang sangat baik dan diperlukan untuk membangun peradaban yang sehat.
Peraturan yang muncul pada ayat 5-10 ini pun membentuk orang Israel untuk membangun budaya hidup sosial yang kondusif dan sehat bagi individu di dalamnya. Tuhan memberikan sebuah panduan etis di atas landasan beriman dengan cara menyadari kesalahan dan mengakuinya. Tuhan tidak sekadar menuntut pengakuan kesalahan dari orang Israel sebagai manusia di hadapan-Nya, melainkan juga membentuk mereka menjadi manusia-manusia yang saling tenggang rasa dan memiliki kesadaran diri yang tinggi atas setiap perilaku yang mereka lakukan. Itulah mengapa, ayat 6 diawali dengan sebuah penggambaran situasi yang lugas yakni, “Apabila seseorang, laki-laki atau perempuan, berbuat dosa terhadap sesamanya manusia, dan karena itu berlaku tidak setia terhadap TUHAN, maka orang itu bersalah.” yang kemudian dilanjutkan dengan tuntutan respons yang wajib dilakukan oleh mereka bahwa, “Ia harus mengakui dosa yang telah dilakukannya itu...”. Memang peraturan ini dilanjutkan dengan beberapa ritus penebusan salah dengan beberapa persyaratan, namun esensi utamanya bukanlah hewan-hewan penebusan salah tersebut. Nilai paling utama adalah menyadari kesalahan dan mengakuinya, pertama-tama di hadapan Tuhan sebagai tanda penyesalahannya terhadap sesamanya manusia.
Sahabat Alkitab, memiliki kemampuan untuk menyadari kesalahan dan mengakuinya adalah unsur penting untuk membangun kualitas iman yang orisinil serta budaya hidup yang sehat di tengah lingkup sosial. Kita pun perlu menantang diri sendiri: apakah saya mampu menyadari kesalahan dan berani mengakuinya di tengah kecenderungan kebanyakan orang berusaha untuk tampil benar meskipun ia melakukan kesalahan?