Salah satu kebiasaan umat Kristen yang muncul dalam suasana Natal adalah membeli pakaian baru. Banyak orang yang melakukannya sebagai wujud ungkapan kesenangan atau ikut serta dalam eforia Natal. Hal ini bukanlah sesuatu yang salah atau buruk, selama semua itu dilakukan tidak dengan memaksakan diri. Persoalan yang lebih penting untuk kita evaluasi dari praktik ini adalah apakah mengganti pakaian dengan yang baru sudah cukup untuk menunjukkan bahwa kita memaknai Natal? Perikop Mrk. 2:18-28 memberikan kita nilai ajar yang dapat menolong kita untuk mempersiapkan diri di dalam masa-masa penyambutan Sang Juruselamat.
Perdebatan dari para Farisi dengan Yesus terjadi untuk mempersoalkan kebiasaan melakukan puasa dan sabat. Tuhan Yesus pun memberikan jawaban yang patut menjadi nilai refleksi bagi kita di masa sekarang. Bagi Yesus, kebiasaan dan tradisi keagamaan tidak akan berarti tanpa adanya kesadaran dan pemaknaan yang utuh tentang mengapa kita melakukannya. Itulah sebabnya Dia berkata, “Tidak seorangpun menambalkan secarik kain yang belum susut pada baju yang tua, karena jika demikian kain penambal itu akan mencabiknya, yang baru mencabik yang tua, lalu makin besarlah koyaknya.”
Kehadiran Yesus merupakan awal pembentukan kebiasaan, cara pandang, hati, dan sikap yang baru, yang lebih holistis, yang memaknai setiap tindakan dan kebiasaan termasuk dalam ritus-ritus keagamaan. Berpuasa tanpa pemaknaan yang utuh tidak akan menjadi baik, sama hanya dengan menjaga hari Sabat tanpa disertai dengan sikap hati dan hidup yang selaras untuk menghormati Allah.
Sahabat Alkitab, di dalam masa penantian yang sudah semakin dekat dengan lahirnya Sang Juruselamat, marilah kita menantikan kedatangan-Nya dengan memperbarui diri. Pembaruan ini bukanlah dalam bentuk fisik, bukan pula dalam bentuk pakaian, melainkan hati-pikiran-sikap hidup yang berporos pada kasih sang Allah. Jadi, siapkah anda menggantinya dengan yang baru?
Salam Alkitab Untuk Semua