Tubuh manusia memiliki sistem kekebalan atau sistem pertahanan dari serangan-serangan yang datang dari luar tubuhnya sehingga penyakit tidak mudah muncul. Sistem imun inilah yang memiliki peranan besar untuk melawan beragam virus maupun bakteri yang dapat menimbulkan penyakit tersebut. Namun, ternyata imun yang berfungsi untuk memberikan perlindungan itu pun dapat berbalik memberikan serangan terhadap tubuh manusia itu sendiri. Inilah yang disebut sebagai penyakkit autoimun atau kondisi ketika sistem kekebalan tubuh justru menyerang sel-sel sehat dari tubuhnya sendiri.
Selain kehadiran penytakit autoimun pada tubuh manusia, ternyata kita pun dapat menemukan hal yang serupa pada tubuh komunitas iman. Ketiga ayat bacaan ini merupakan penjelasan mengenai titik mula terpecahnya bangsa Israel menjadi dua kerajaan, yakni antara mereka yang memilih untuk berada dalam kepemimpinan keturunan Saul dan mereka yang memilih untuk berada dalam kepemimpinan Daud. Sebenarnya sudah banyak peristiwa yang terjadi di tengah bangsa Israel yang memang mengindikasikan adanya perpecahan di antara mereka terkait persoalan kepemimpinan tersebut. Tentu saja hal ini adalah sesuatu yang sangat disayangkan, mengingat kekuasaan raja atas bangsa Israel sebenarnya adalah pantulan dari otoritas Tuhan. Dengan kata lain, kedaulatan otoritas tertinggi tidaklah berada pada raja melainkan pada Tuhan itu sendiri. Namun, perilah kekuasaan manusia di tengah kehidupan bangsa Israel itu justru telah memecah keutuhan mereka sebagai umat Tuhan. Kehadiran sosok raja, yang awalnya merupakan desakkan dari orang-orang Israel, semestinya berperan sebagai pemimpin untuk mengayomi mereka bukan justru menjadi celah bagi timbulnya konflik kekuasaan di antara rakyat itu sendiri.
Sahabat Alkitab, cuplikan mengenai momen dimulainya perpecahan bangsa Israel menjadi dua bentuk kerajaan ini pun dapat menjadi pembelajaran yang sangat penting terkait hidup beriman. Secara khusus, kehadiran ancaman terhadap keutuhan sebagai komunitas iman tidak jarang justru muncul dari dalam tubuh komunitas itu sendiri. Oleh sebab itu, kita perlu memberikan perhatian yang begitu besar terhadap setiap proses komunikasi dan bentuk relasi yang kita bangun di dalam komunitas iman agar tidak berubah menjadi semacam ‘bom waktu’ yang dapat menghancurkan keutuhan persekutuan kita. Jangan sampai kita justru terlatih untuk melihat sesama anggota komunitas sebagai lawan bukannya kawan dalam ikatan dan solidaritas hidup beriman.