Manusia adalah ciptaan yang dianugerahkan kebebasan untuk berpikir, berkata, bahkan berkehendak oleh Allah. Namun, bukan berarti kita dapat menjalani hidup semau kita sendiri. Dalam relasi yang dibangun antara Allah dengan umat-Nya, maka hendaknya seluruh kata, tindakan, dan kehendak kita memiliki tolok ukur pada kehendak dan firman Allah semata. Dosa seringkali lahir dari pemberontakan serta keinginan kita untuk selalu merasa bebas dan melakukan apapun yang kita inginkan.
Itulah yang dialami oleh Abner pada teks yang kita baca. Ia adalah saudara sepupu saul, yang merupakan panglima perang Kerajaan israel. Suatu ketika Ia melantik Isyboset, anak Saul, untuk menjadi raja menggantikan Sang Ayah. Rupanya hal tersebut berbeda dengan kehendak Allah yang telah memilih Daud untuk menggantikan Saul. Mungkin dalam benak Abner itulah yang seharusnya dilakukan sekaligus ia ingin mempertahankan posisinya sebagai pemimpin militer di Israel. Menarik untuk kemudian melihat “manuver” Abner karena teks 2 Samuel 2 mengisahkan pula mobilisasi pasukan yang dilakukan Abner menuju Gibeon. Gerakan tersebut menimbulkan kecurigaan sehingga akhirnya Yoab, dari pihak Daud, mengantisipasi gerakan pasukan Abner dengan pergi juga ke Gibeon. Perang tidak terhindarkan antara kedua kubu tersebut. Korban berjatuhan. Abner membunuh Asael, adik Yoab dan dilanjutkan dengan Yoab menuntut balas. Hingga akhirnya Abner terpojok dan meminta gencatan senjata.
Sahabat Alkitab, bacaan firman Tuhan pada hari ini mengingatkan kita untuk senantiasa berkata, bertindak, dan berkehendak seturut dengan hikmat Tuhan semata. Tindakan Abner dalam situasi yang lain mungkin bisa saja dibenarkan, tetapi sayangnya bukan itu yang menjadi kehendak Allah. Maka penting bagi kita untuk mengasah kepekaan kita agar senantiasa mengenali kehendak-Nya serta hidup menurut hikmat Tuhan semata. Bagaimanakah caranya ? Tentu saja dengan membangun relasi yang intim dengan-Nya melalui doa serta perenungan kita akan firman-Nya.
